“Gila imut banget tuh anak..!”mata Dinda langsung seger setelah melihat cowok keren lewat didepannya. hari ini tahun pelajaran baru, jadi banyak siswa cowok dan cewek yang seliwar-seliwer dilorong sekolah. mendengar apa yang dikatakan oleh Dinda , Nina langsung mengeluarkan komentarnya.
“Inget umur Non……!!”goda Nina, saat melihat mata Dinda ijo saat melihat anak baru itu lewat didepannya.
“Lo itu gimana sih, hari gini brondong lagi ngetren kale’ jadi sah-sah aja kalo gue nge-gebet anak itu, kenapa jadi lo yang sewot, ehm…jangan-jangan lo juga naksir lagi sama dia.” kata Dinda sambil menudingkan telunjuknya didepan muka Nina.
“Eh..sory ya, gue lebih suka cowok yang mateng..!!” akhirnya mereka terbahak, api tiba-tiba tawa nina terhenti dan langsung berdiri menghadap Dinda ”Tapi apa lo bener mau sama anak itu???”lanjut Nina
“Aduh Nin, lo jangan lemot-lemot dong jadi anak, mana mungkin gue suka sama anak ingusan kayak dia, kaya nggak ada cowok lain saja,”
“Eh… jangan ngomong gitu, bisa saja-kan kamu jatuh dipelukan anak ingusan itu”
“ Nggak mungkin Nina,, gue nggak suka daun muda”
“Gue sumpahin lo suka beneran sama anak ingusan itu, semoga ada malaikat yang dengerin do’a gue” Nina mengangkat kedua tangannya sambil menengadakan kepalanya.
“Ami..iin, tapi kenapa harus ke malaikat kenapa nggak langsung ke tuhan saja” Dinda menyahuti asal-asalan, sambil meniru gaya Nina yang mengangkat kedua tangannya.
Disisi lain Dinda dan Nina tidak tahu bahwa di atas langit sana, ada yang mendengar ucapan mereka, sesosok malaikat cinta telah mendengar permintaan Nina, malaikat itu mengedipkan matanya, lalu dari mata itu muncul cahaya putih yang beranjak mendekati Dinda, sejenak cahaya putih itu mengelilingi Dinda lalu masuk kedalam tubuhnya. Dinda merasakan ada angin sejuk merasuk dihatiya lalu dibenaknya tiba-tiba muncul wajah anak yang ia lihat dilorong tadi. Dinda tidak sadar bahwa hatinya telah terpana oleh panah malaikat asmara, malaikat itu telah mengabulkan semua do’a Nina.
Lorong–lorong kelas terlihat sepi sesaat setelah bel berbunyi, semua murid satu persatu masuk ke kelasnya masing-masing, tapi berbeda dengan Dinda, ia malah berlari menjauhi kelas sambil menoleh kekiri dan kanan, takut kalau-kalau tingkahnya diketahui orang, apalagi kalau ketahuan guru waah…tambah berabe nanti jadinya. Langkah Dinda terhenti tepat didepan kaca kelas X-IPA1, entah kenapa hatinya ingin sekali melihat cowok yang lewat dihadapannya tadi pagi, Dinda ragu, ada yang berkecamuk dihatinya, tapi akhirnya Dinda memutuskan untuk melihatnya sejenak, ditempelkannya kepala Dinda disalah satu jendela, ditebarkan pandangnya ke seluruh ruangan hingga pandangannya terhenti disalah satu anak yang dilihatnya pagi tadi, samar-samar Dinda mendengar guru yang ada di depan kelas menyebutkan satu nama “BOBI REHARDI”. Akhirnya waktu yang di tunggu Dinda tiba juga, Tanpa disangka anak itu maju, hati Dinda rasanya berdegup dua kali lebih kencang, Dinda mengambil nafas panjang untuk menenangkan hatinya sejenak lalu mengintip lagi, Aaaawh…! Entah disengaja atau nggak anak itu melihat ke arah jendela tempat dimana Dinda mengintip. tanpa pikir panjang Dinda menundukkan kepalanya, detak jantung Dinda tambah menjadi-jadi, entah kenapa dia jadi girang saat dilihat anak ingusan itu, Dinda mengumpulkan sejenak keberaniannya lalu dilihatnya kembali anak itu, sekarang dia sedang asyik berbincang tentang identitasnya, lalu tanpa disadari anak itu kembali melihat kearah jendela, ada sunggingan diwajahnya lalu dia mengedipkan salah satu matanya, dengan cepat Dinda membalikkan badannya.
“Oh GOD….!!dia senyum sama gue, dia juga ngedipin matanya” Dinda berjalan ling-lung sambil memegangi pipinya “BOBI” jerit Dinda dalam hati, tanpa Dinda sadari dari kejauhan ada sepasang mata yang melihat kearahnya.
***
“Lo dari mana aja sih Din..?” tanpa basa-basi Nina langsung nyeropot the botol yang ada di atas meja.
“Nggak dari mana-mana, gue dari tadi disini” Dinda masih asyik dengan makanannya.
“Terus kenapa lo tadi nggak masuk kelas??”
“ya males aja” Dinda mengangkat tangannya“ mbak, tolong teh botolnya satu lagi”
“Mbak saya juga ya..!” Nina menyahuti, lalu memperhatikan cara makan Dinda yang tak biasa ” Lo itu laper atau doyan” Nina menggelengkan kepalanya. “Oh ya gue punya berita nih, cowok yang tadi pagi itu namanya Bo….”
“Bobi kan, gue udah tau” belum selesai Nina bicara Dinda sudah menyela. Tiba-tiba Nina tersenyum licik sambil melihat kearah Dinda, karena dilihat sampai seperti itu Dinda berhenti makan. “kenapa lo lihatin gue kayak gitu?”
“ Aaah…gue tahu kenapa tadi lo nggak masuk kelas”
“kenapa?”
“Lo nyari tau tentang Bobi kan?? eh… ternyata lo beneran tertarik ya sama dia, terima kasih tuhan engkau telah mengabulkan do’aku, kena batunya kan lo, makanya jangan remehin do’a gue”
“Enak aja lo kalo ngomong, gue kan udah bilang dari tadi gue ada disini, ngapain gue pakek nyari berita tentang anak ingusan itu, nggak penting banget”
“ Udah, nggak usah ngelak deh”
“ Beneran”
“Iiihh, keras kepala banget sih lo, tinggal ngaku aja kenapa sih, toh juga nggak pa-pa kalo lo ngegebet tu anak?” Dinda terdiam,
“Nggak ah…gue nggak tertarik” suara Dinda mengecil
“Tapi lo beneran suka kan??, wajah lo nggak bisa bohong tuh” Nina terus menggoda Dinda sampai Dinda tak berkutik.
“Udah ah nggak usah dibahas lagi, gue mau ketoilet sebentar ya,” Dinda buru-buru bangkit dari duduknya ia ingin segera menjauh dari Nina, Dinda capek denger ocehan yang terus dilontarkan Nina. Tapi dari arah berlawanan datang Bobi yang sedang menenteng makanan yang baru dipesannya, karena terburu-buru dan nggak waspada Dinda terus nyelonong tanpa melihat kanan-kiri, dan akhirnya... ”GRUBAAAK…!!!”
“Adu…uuhh!!” keluh Dinda sambil memegangi jidatnya karena terbentur mangkok yang tadi dibawa Bobi, bajunya basah dan kotor semua, berbeda dengan Bobi, bajunya basah kuyup karena terguyur minuman yang dibawanya, sesaat kedua mata mereka bertemu, Dinda melihat ada sesuatu di mata Bobi. tak ada satu gerakan pun yang terlintas ditubuh mereka, sampai semuanya berakhir karena colekan Nina, Dinda tersadar dari lamunannya begitu juga Bobi, setelah bener-bener sadar Bobi langsung menolong Dinda yang masih duduk bersimpuh.
“Lo nggak pa-pa kan??, sorry gue nggak sengaja”
“Gue nggak pa-pa, seharusnya yang minta maaf itu gue, soalnya tadi gue buru-buru, sorry ya??”
Bobi terdiam lalu segera membereskan barang yang terjatuh tadi. “Gue Dinda” kata Dinda tiba-tiba sambil mengulurkan tangannya, tanpa pikir panjang Bobi langsung menyambut uluran tangan Dinda.
“Gue Bobi…!!” katanya singkat, lalu beranjak pergi, Dinda terus memandangi Bobi hingga bayangan Bobi hilang ditikungan lorong.
“Oh god perasaan ini muncul lagi” Dinda merasakan hatinya berdegup kencang sama saat Dinda dapat kedipan dari Bobi tadi pagi. Pikiran Dinda langsung melayang, difikirannya terlukis jelas wajah Bobi, membayangkan saat-saat bersama Bobi, duduk ditaman hanya berdua dengan Bobi, berbincang tentang hal-hal yang indah, tertawa bersama, bercanda bersama, sampai matahari-pun iri melihat kemesraan mereka berdua, Dinda terus tersenyum menikmati khayalannya itu.
“Woi… lo kenapa senyum-senyum sendiri??”lamunan Dinda pecah berkeping-keping karena gertakan yang dilontarkan Nina itu. ”Jangan seneng dulu, ini-kan Cuma kebetulan jadi jangan ge-er .”
“lo itu bicara apa sih Nin, gak jelas banget”
“Udah jangan ngeles deh,!! Sekarang mending kita ke kelas, dan kali ini kamu nggak bisa bolos lagi” kata Nina seraya menggandeng tangan Dinda setelah mendengar bel berbunya,
“Tapi anterin gue ke koprasi dulu , gue mau ganti baju dulu, risih nih!!” kata Dinda sambil mengibas-ngibaskan bajunya yang basah.”Nina mengangguk simple.
***
Saat Dinda masuk kelas ia dikejutkan dengan keberadaan Bobi yang sedang duduk santai di bangkunya, ada satu murid baru lagi disamping Bobi namanya Daniel, melihat kedatangan Dinda dan Nina seisi kelas mengalihkan pandangannya ke mereka berdua,” kalian dari mana saja hah..! lihat, sekarang sudah jam berapa??” Pak Bambang terlihat kesal melihat kehadiran Dinda dan Nina.
“kita dari koperasi pak, tadi baju saya basah jadi saya ganti dulu”
“Alasan saja, sudah-lah” sepertinya pak bambang tak ingin melanjutkan masalah ini “Dua murid baru itu ingin mewawancarai kalian, tapi kalian didepan saja karena saya ingin melanjutkan mata pelajaran saya” kata Pak Bambang sambil menunjuk kearah Bobi dan Daniel.
“Tapi Pak, kenapa harus kita berdua yang melayani mereka,??” protes Nina
“Teman-teman kalian sudah dan yang belum cuma kalian berdua, sudah, sekarang kalian cepat selesaikan wawancara itu lalu segera kembali kesini” Dinda dan Nina tak bisa berbuat apa-apa lagi, akhirnya mereka keluar diikuti Bobi dan Daniel dari belakang, langkah mereka terhenti didepan kelas.
“Din, gimana kalau kita buat kelompok saja, lo sama Bobi dan gue sama Daniel?” Nina mengusulkan idenya
“Nggak, lebih baik gue aja yang sama Dinda” bantah Daniel tidak setuju
“Udah jangan cerewet, ayo…!” Nina langsung menggandeng tangan Daniel dan mengajaknnya pergi, Dinda terdiam menunggu reaksi dari Bobi.
“Gimana kalau kita keperpus saja, biar tenang”
“Eh…e…ok” Dinda jadi salah tingkah, dalam perjalanan mereka berdua hanya diam tak sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka, setelah mereka sampai perpus, mud Dinda jadi berkurang karena baru kali ini dia masuk perpustakaan. “Lo mau Tanya apaan sih sampai kita harus keperpus segala, bukan masalah pribadi kan??” Dinda menempatkan duduknya dalam posisi senyaman mungkin, dia nggak ingin telihat salah tingkah didepan Bobi.
“Tanya itu satu-satu!! dan seharusnya yang Tanya itu gue bukan lo” kata Bobi sambil memamerkan senyumnya yang menawan itu.
“Sorry, langsung saja biar gue cepat pergi dari tempat ini” kata Dinda ketus lalu menatap Bobi lekat.
Bobi terdiam sambil membalas tatapan Dinda, begitu lekat pandangannya, Dinda jadi salah tingkah saat dipandang seperti itu, “Gue” Bobi nggak melanjutkan bicarany, Dinda mendengarkan kata-kata Bobi dengan seksama ”gue sayang lo Dinda..!” tiba-tiba Bobi melontarkan kata-kata yang tak terduga, Dinda tida berkutik, pikirnnya kosong, ia bahkan tak sadar kalau dirinya siapa? Bobi memegang tangan Dinda lalu dikecupnya” lo mau kan jadi bagian dari hidup gue??”Dinda masih terdiam. Bobi berdidiri lalu menghampiri Dinda dan duduk disebelahnya, dipandanginya wajah dinda lalu tersenyum, Bobi mengarahkan tangannya kepipi Dinda. Dinda ingin sekali menghindar dari hadapan Bobi tapi kenapa badannya benar-benar tak bisa berkutik, dengan perlahan Bobi mendekatkan wajahnya ke wajah Dinda, semakin lama semakin dekat, dan hati dinda semakin berdegup, ia semakin takbisa berbuat apa-apa, Dinda memejamkan matanya, lalu ia merasakan kecupan lembut dibibirnya.
“Din lo kenapa sih merem-merem gitu??”
Dinda terperanjat, dia melihat Bobi sedang melihatnya heran, “ya... ampun!!” jerit Dinda dalam hati, ternyata Dinda cuma menghayal. Betapa malunya Dinda saat itu ”udah cepet mau Tanya apa?” kata Dinda mengalihkan pembicaraan, Dinda menutupi wajahnya dengan buku yang ada dihadapannya
“Lo disekolah ini kan jadi sekertaris Osis, jadi gue mau tanya banyak hal ke lo, mungkin kalau empat lima jam nggak akan cukup”
“apa sebanyak itu pertanyaannya?”
“He-eh”
“kalau gitu kita mulai dari sekarang saja, supaya gue cepet keluar dari tempat ini, gue bener-bener tersiksa ada ditempat ini ” Bobi hanya tersenyum mendengar perkataan Dinda.
Akhirnya mereka berdiskusi tentang sekolahan yang mereka tempati itu, satu…dua jam telah berlalu, Dinda terlihat bosan mendengar ocehan Bobi yang menurutnya bukan tujuan dia, yang semula katanya wawancara kini berganti topik, mata Dinda merem-melek menahan kantuk, sementara Bobi terus mengoceh tanpa melihat Dinda yang sedang terkantuk-kantuk itu, kepala Dinda disandarkanya di telapak tangan sedangkan sikunya menahan lengannya supaya tetap tegak menahan kepalanya, kepalanya terayun-ayun hampir jatuh, saat Bobi sedang asyik bicara tanpa sadar tangannya memukul bangku hingga Dinda kaget, dan kepalanya terjatuh diatas bangku, Dinda mengangkat kepalanya seraya memegang jidatnya yang memerah karena terbentur bangku,” Aduh…!”.
“Lo kenapa Din?” kata Bobi khawatir
“Nggak, nggak pa-pa gue Cuma…!” Dinda nggak melanjutkan bicaranya “em,,.Bob!” kata dinda ragu.
“ya?”
“Wawancaranya kita tunda saja ya, soalnya gue ada acara nih” kata dinda sambil melihat jam tangannya.”
“Tapi….!”
“Din, lo masih lama?” suara itu terdengar dari pintu masuk perpustakaan, Dinda dan Bobi menoleh serempak, terlihat Daniel sedang berdiri santai ditepi pintu,sambil menyingkapkan tangannya diperut.
“Oh…nggak kok gue udah selesai!!! gue pergi dulu ya Bob, kapan-kapan kita lanjutin lagi” Dinda mengambil kesempatan bagus ini untuk meninggalkan Bobi yang menjenuhkan itu, Dinda langsung menyambar tangan Daniel dan mengajaknya pergi dari perpustakaan, setelah agak jauh Dinda langsung melepaskan tangannya dari lengan Daniel, ”Thank’s ya niel lo udah nyelametin gue dari Bobi, tapi lo tahu dari mana kalau gue ada diperpus?” Daniel terdiam sambil memalingkan wajahnya dari Dinda, ”em.. ok sekali lagi thank’s ya, gue pergi dulu” karena merasa tidak dipedulikan Dinda berniat pergi, setelah beberapa langkah, tiba-tiba Daniel menangkap lengan Dinda.
“lo kan udah gue selametin, jadi lo harus balas budi sama gue” wajahnya didekatkan kewajah Dinda, suaranya dingin, sedingin es yang bertahun-tahun di kutub, Daniel memang terkenal pendiam dan dingin dengan orang, jadi Dinda agak takut melihat ekspresi Daniel seperti itu.
“Lo mau gue ngelakuin apa?”kata Dinda sambil menyilangkan tangannya kedada, Daniel tersenyum melihat tingkah Dinda.
“Otak lo jangan ngeres dulu” kata Daniel sambil menjundul kepala Dinda, ”ikut gue” Daniel menggandeng tangan Dinda lalu berjalan santai menuju utara, mereka bergerak kearah kebun sekolah yang terletak tiga puluh meter dari gedung sekolah.
Ditengah kebun tersedia beberapa kursi, biasanya digunakan untuk siswa yang beristirahat, Daniel duduk dikursi itu dengan santai, lalu diarahkan pandangannya lurus kedepan tanpa menghiraukan Dinda yang Sedang berdiri terpaku melihat tingkah Daniel yang tak wajar pada cewek, Dinda merasa sangat bodoh saat dia disamping Daniel, Dinda mengambil nafas panjang lalu direbahkan tubuhnya disamping Daniel.” Oh god kenapa gue hari ini sial banget, ketemu dua orang yang gila” mereka terdiam tak sepatah kata-pun keluar dari mulut mereka berdua ,”kalau bukan karena utang budi gue nggak mau deh nemenin orang aneh ini” kata Dinda kesal, sampai akhirnya bel berdering tanda waktu sudah siang, Dan semua siswa sudah diperbolehkan pulang, berbondong-bondong orang keluar dari sekolah megah itu.
Panasnya siang ini tak menyurutkan semangat para siswa untuk segera pulang, supaya mereka cepat bersantai dirumah, matahari terus memancarkan sinarnya seakan ia sedang marah, seperti suasana hati Dinda sekarang, ia masih duduk termenung disamping Daniel, beberapa menit kemudian diperhatikannya Daniel dari bawah sampai ujung rabutnya, lalu kembali terdiam, akhirnya Daniel sedikit bergerak, diletakkan tanganya disamping, Daniel nggak tahu kalau disampingnya juga ada tangan Dinda, akhirnya tangan mereka berdua bertemu, sejenak mereka berdua terdiam saling berpandangan, lalu akhirnya salah satu dari mereka sadar dan segera menarik tangannya,
“Sorry!!” ucap Daniel pelan lalu mereka terdiam dalam pikiran mereka masing-masing “mending kita pulang sekarang” Daniel bangkit dari duduknya lalu berjalan tanpa menghiraukan Dinda yang semakin kebingungan dengan tingkahnya, Daniel menghentikan langkahnya lalu berbalik ”lo nggak pulang??” kata Daniel datar, ”Nyebelin banget sih orang ini” jerit Dinda dalam hati, Dinda bangkit dari duduknya lalu meyusul Daniel dan mensejajari langkahnya.
Di depan gerbang sekolah, Bobi sudah menunggu Daniel dan Dinda sejak tadi, dia sedikit terkejut melihat Dinda jalan bersama dengan Daniel, Bobi berjalan mendekati mereka lalu segera meraih tangan Dinda dan mengajaknya pergi.
“Lo apaan sih, lepasin tangan gue?” tangan Dinda terlepas dari genggaman Bobi saat itu pula Bobi berhenti lalu memandang Dinda melas.
“Lo kan ada janji sama gue Din!!”
“Iya gue tahu, tapi nggak sekarang, gue mau istirahat, gue capek” Dinda beranjak menjauhi Bobi, tapi langkah Dinda terhenti ketika Bobi menawarkan perhatiannya.
“gue antar ya??”
“Nggak usah gue bisa pulang sendiri!!” Dinda segera berlalu di hadapan Bobi, Dinda berjalan gontai menuju tempat parkir. Perasaan Dinda ganjil tiba-tiba teringat kelakuan dua cowok yang ia temui hari ini, Dinda tersenyum-senyum sendiri ketika ia mengingat tingkah lakunya ketika meladeni kedua cowok itu.
Tanpa sepengetahuan Dinda, ternyata Bobi mengikuti Dinda dari belakang, Mobil yang dikendarai Dinda melesat cepat kejalan raya, disusul deruan motor Bobi, tapi…, dari kejauhan motor Bobi juga ada satu mobil lagi yang mengikuti mobil Dinda dari belakang.
***
Waktu menunjukkan pukul satu siang, Dinda bergegas menuju meja makan , perutnya sudah meraung- raung minta di isi, siang ini Dinda kembali makan dimeja ini sendirian, tanpa ditemani mama dan papanya, kalu ia merasa kesepian biasanya Dinda ditemani bibinya, pembantu rumah tangga yang sangat sayang pada Dinda karena dia_ lah yang mengasuh Dinda sedari kecil.” Mungkin ini memang nasibku” bisik Dinda pelan, saat Dinda sedang asyik merenungi nasibnya tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk.
“Tok…tok…tok…!!” bibi segera berlari ke depan untuk membuka pintu, tak lama kemudian ia menghampiri Dinda dimeja makan,
“Non…ada temen non didepan!”
“Siapa bi’, Ferdi ya?” Ferdi adalah mantan pacar Dinda, tapi entah kenapa hati Dinda senang saat berjumpa dia, mungkin Dinda masih menyimpan rasa pada Ferdi.
“Bukan non, sepertinya dia belum pernah kesini, bibi’ nggak kenal dia non!!”
“Siapa?” Dinda berfikir sejenak mungkin dia tahu siapa yang dating didepan sana.
“Bibi’ juga nggaktahu non, mending non langsung kedepan saja”
“Baik” Dinda bergegas berjalan kedepan, rasa penasarannya mendorongnya ingin cepat bertemu orang itu, tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat orang itu, ada sedikit rasa berdebar didada Dinda, entah itu senang atau takut.
”Bobi ngapain lo kesini, dan dari mana lo tahu rumah gue?” kata Dinda setelah mengetahui siapa yang datang itu.
“Udah jangan banyak Tanya, lo punya janji sama gue kan? Wawancaranya belum selesai”
“ Iya, tapi…!”
“Lo udah istirahat kan? Sudah-lah nggak usah banyak pikir” Bobi menggandeng tangan Dinda, Dinda terkejut gengan apa yang dilakukan Bobi tapi Dinda tersenyum sendiri saat ia melihat tangannya digenggam Bobi, mereka pergi entah kemana, hanya Bobi yang tahu, entah kenapa cowok satu ini berani sekali saat mengajak Dinda, padahal mereka baru saja kenal tadi pagi, tapi bagi Dinda, ia merasa sudah mengenal Bobi selama bertahun-tahun, Mereka berlalu dengan deruan asap yang masih tertinggal, Dinda sedikit menikmati perjalanan ini, diletakkan tangannya dipinggang Bobi. Melihat reflek dari Dinda Bobi hanya tersenyum, entah kenapa ia merasa nyaman saat didekat Dinda, makanya ia berusaha supaya selalu didekat dinda, dan wawancara itu cuma alasan Bobi supaya ia bisa dekat dengan Dinda, diam-diam Bobi juga menyimpan perasaan pada Dinda. saat Dinda mengintip didepan kelas, Bobi tahu, dan Bobi merasa terkesan dengan sikap Dinda yang sok jual mahal tapi asyik , entah GR atau bagaimana tapi menurut Bobi, Dinda saat itu tengah mengintipnya.
Laju motor Bobi terhenti disebuah perkebunan, Dinda turun dari motor dengan pikiran yang penuh dengan tanda tanya, Bobi berjalan mendahului Dinda yang sedang berjalan ling-lung, kepala Dinda celingak-celinguk melihat sekeliling perkebunan, belum pernah ia pergi ketempat seperti ini (pikir Dinda). Bobi terhenti didepan gubuk kecil ditengah perkebunan itu, dengan perlahan Dinda mendekati Bobi lalu duduk disampingnya.
“Pemandangannya indah!”
“Lo suka?” Dinda mengangguk tak berkomentar.
“Din, sebernya gue mau ngomong sama kamu” Dinda menoleh kearah Bobi, lalu menaikkan alisnya.
“Mau ngomong apa? Ngomong saja”
“Lo tau kenapa gue sekolah disekolahan itu?”
“Itu pilihan lo kan?”
“Iya, itu memang pilihan gue, karena…!” Bobi tak melanjutkan pembicaraannya, Dinda lebih khusyuk mendengarkan ucapan Bobi. “Emh… gue…gue, gue suka lo Din!” akhirnya semua terungkap, hati Bobi sedikit lega setelah mengatakannya “Gue adik kelas lo dulu di sekolahan Bangsa, tapi mungkin lo nggak kenal gue karena memang gue nggak setenar lo, pertama kali gue lihat lo waktu MOS dulu, gue sudah jatu hati sama lo, gue berusaha deketi lo tapi tak pernah berhasil, dan setelah lo keluar dari sekolahan, rasanya gairah hidup gue lenyap, tak bersemangat lagi untuk ngapa-ngapain, makan tak enak, tidur tak enak, itu semua gue alami selama satu tahun setelah lo lulus, setelah mencari informasi li sekolah disini, gue berusaha supaya bisa masuk kesekolah favorit ini, dan akhirnya sekarang gue bisa lihat lo. Lo tahu Din, gue sanggup numbangin gunung asal gue bisa lihat lo” Bobi merengutkan keningnya, ia memperhatikan mata Dinda, ternyata bukan melihat kearahnya. Bobi menoleh kebelakang, terlihat seorang pria berdiri tegap membelakangi mereka sekita lima puluh meter dari tempat mereka.
“Lo lihat apa Din? Lo denger kata-kata gue nggak sih?” suara Bobi meninggi.
“Eh…iy, kenapa?
“Aaakkhh… Shit!!” Bobi kesal ternyata Dinda nggak mempedulikannya.
“Cowok itu, sepertinya gue kenal dia?” kata Dinda sambil menunjuk Cowok yang jauh disana, Bobi mengarahkan pandangannya kearah yang dituju tangan Dinda lalu menyipitkan matanya sedikit.
“Lo kenapa sih Din, meskipun dia siapa, apa urusan lo, Hah?” Bobi semakin kesal melihat tinggkah laku Dinda yang tidak merasa bersalah sama sekali.
“Nggak tahu Bobi tapi hati gue mengatakan kalau gue kenal sama cowok itu, ayo kita kesana?” ajak Dinda yang langsung berhambur mendekati pria itu.
Bobi dan Dinda bergegas berjalan menyusuri jalan setapak, tapi kali ini Dinda yang berjalan dahulu meinggalkan Bobi, saat Dinda sampai dibelakang cowok itu, ia semakin yakin bahwa dia adalah cowok yang ada dipikirannya saat pertama kali lihat dia.
“Daniel!!” kata Dinda ragu, cowok itu berbalik, ternyata benar dugaan Dinda, dia Daniel.
“Kamu kenapa ada disini?” Tanya Daniel dingin
“Gue…eh, gue Cuma jalan-jalan”
“Sama siapa lo kesini?”
“Itu…!” kata Dinda smbil menunjuk Bobi yang masih berjalan. “Bobi cepat sedikit, jalan lo kaya’ siput banget sih, lambat” teriak Dinda, Dinda naik keatas batu besar sambil mengayun-ayunkankan tangannya keatas lalu memanggil nama Bobi terus menerus, supaya sedikit bersemangat saat Bobi berjalan, tapi karena kurang berhati-hati, kaki Dinda terpleset dari atas batu. Melihat Dinda Hendak jatu Bobi langsung berlari, tapi ia terlambat, dihadapannya ia melihat Dinda terjatuh dipelukan Daniel, Bobi sedikit menyesal, seandainya ia berjalan sedikit cepat pasti ia ada diposoisi Daniel sekarang.
Lama Daniel dan Dinda saling berpandangan, tapi kekhusyu’an mereka bubar karena Bobi menarik Dinda supaya menjauh dari Daniel.
“lo nggak apa-apa kan?”
“Iya, gue ggak apa-apa” kata Dinda sedikit kesal karena kesempatannya diganggu Bobi, “Hei Niel, lo nggak pa-pa kan” Kata Bobi basa-basi, sambil menawarkan tanganny untuk membantu Daniel.
“Iya, Thank’s”
“Trimakasih Niel” ucap Dinda malu-malu “Tapi baju lo kotor Niel!!” Daniel memeriska bajunya yang kotor, lalu menarik nafas panjang tanpa komentar.
“Lebih baik kita ke vila, sebentar lagi langit mulai gelap” saran Bobi.
Mereka bertiga berjalan tertati-tati karena jalan tak begitu terlihat karena hari sudah mulai gelap, tapi akhirnya mereka sampai di vila sekitar kebun.
“Disini ada empat kamar jadi kalian pilih saja yang mana kalian suka, gue mau mandi dulu, dan lo Din, lo masak ya, perut gue laper nih!!” Bobi mulai mengatur.
“Tapi…?”
“Dilemari es ada bahan makanan jadi lo tinggal masak saja” kata Bobi langsung nelonyong masuk, Dinda jadi cemas
“Tenang saja gue bantu, ayo?” Daniel paham ekspresi wajah Dinda itu, yang menunjukkan kalau dia nggak bisa masak.
Dinda dan Daniel bergegas memasak supaya cepat selesai dan cepat menikmati hasilnya, sekitar dua jam mereka menghabiskan waktu didapur akhirnya selesai juga, setelah mandi dan beres-beres akhirnya mereka makan malam dengan nikmat, mereka makan dengan lahapnya, ya, mungkin karena siang tadi belum makan, dengan cepat makanan diatas meja-pun habis dilahap mereka bertiga, karena kebanyakan makan akhirnya perut Bobi sakit dan kini ia menghabiskan waktunya dikamar mandi, berbeda dengan Daniel, saat ini dia sedang asyik menikmati indahnya langit malam diteras sambil bebaringan.
“Hei Niel!!” Daniel menengok tapi tak menyahuti sapaan Dinda, ia kembali memandangi langit yang penuh beribu-ribu bintang, Dinda berjalan mendekati Daniel, lalu duduk disampingnya.
“Lo tahu Niel, gue pertama kali ini lihat cowok sesombong lo” Daniel masih tak berkomentar, hati Dinda semakin tak terkendali saat melihat Daniel yang acuh padanya,”asal lo tahu ya, gue paling benci lihat cowok kaya’ lo” Dinda beranjak, ia berharap Daniel menghentikannya, tapi Daniel sama sekali tak bergerak, ia masih dalam posisi semula saat dia datang.
Daniel masih ragu pada perasaannya sendiri, entah perasaan apa yang hinggap dihatinya ini, setelah berpikir sesaat, Daniel bangkit lalu masuk kedalam rumah.
***
Hati Dinda masih kecewa akan perlakuan Daniel padanya. Dari balik tembok Daniel muncul, saat ia mengetahui Dinda diam tak berkomentar, dihampirinya Dinda.
“Maaf?” seraya duduk disebelah Dinda, Dinda tak menjawab ia masih kesal dengan perlakuan Daniel yang dingin terhadapnya, “Din?” Daniel kembali merayu Dinda “lo kenapa sih, bukannya lo sudah biasa gue acuhin, kenapa lo jadi ngambek gini?”
“Lo tahu nggak sih Niel?” Kata Dinda sedikit marah
“Tahu apa? Gue nggak akan tahu kalau kamu nggak ngomong”
“Gue…Gue…”
“Iya lo kenapa”
“GUE SUKA SAMA LO NIEL,, LO SADAR NGGAK SIH?”
Daniel terdiam setelah mendengar kata-kata Dinda, tapi lalu dia tersenyum simpul, melihat Daniel tersenyum Dinda jadi semakin kesal.
“lo jahat banget sih Niel, lo kan sudah tahu perasaa gue, kenapa lo malah ketawa, apa ini lucu bagi lo?” Dinda bangkit hendak pergi, tapi tangan Daniel mencegahnya.
“lo jangan salah sangka dulu Din, gue merhatiin lo bukan berarti gue suka sama lo, gue juga hargai kalau lo suka sama gue, tapi…!”
“Tapi kenapa?”
“Apakah lo nggak tahu?”
“Tahu apa?”
“Bobi, daia suka sama lo. Dari dia masih sekolah di Sekolahan Bangsa…” Daniel menceritakan semuanya yang diderita Bobi selama ini ketika mencarinya. Dinda meneteskan air mata mendengar penjelasan dari Daniel, Dinda berdiri hendak berlalu dari Daniel, tapi Daniel mencegahnya,” dan sebenernya gue juga suka sama lo, tapi… Bobi lebih berhak dari pada gue, lo ngertikan Din?” Dinda mengangguk perlahan, dipeluknya Daniel yang baginya pria luar biasa itu, ia rela melepaskan cintanya untuk orang lain. “Dan gue harap kita masih bisa berteman” Dinda hanya bisa mengangguk, ia tak bisa bicara karena terlalu sedih, ia hanya bisa enangis saat ini. Daniel mengeluarkan bunga dari balik badannya.
“Ini buat lo” Dinda melihat mawar putih yang dibawa Daniel itu, Dinda hanya termenung, dia bingung dengan sifat Daniel yang tak mudah ditebak, Dinda hendak meraihnya tapi Daniel segera menangkap tangan Dinda ”tapi lo harus senyum dulu” Dinda menarik tangannya lalu mengambil mawar putih itu sambil terseyum, karena terlalu bersemangat saat mengambil mawar putih itu, akhirnya mata Dinda terkena kelopak bunga itu.
“Aaauww…!” jerit Dinda sambil memegangi matanya.
“ya ampun, lo nggak pa-pa Din, sorry gue nggak sengaja” Daniel merasa tak enak.
“Nggak ini bukan salah lo, tapi mata gue seperti ada…!!”
“Sini biar gue lihat” Daniel mendekatkan wajahnya kewajah Dinda, lalu meniup matanya dengan pelan,
Dari arah belakang muncul Bobi, ia sangat terkejut ketika melihat Dinda dan Daniel saling mendekatkan wajahnya, dari belakang mereka seperti orang yang sedang berciuman, hati Bobi sakit melihat mereka berdua, tak sabar, Bobi segera mendekati mereka berdua lalu segera menarik Daniel dari belakan dan langsung menghajarnya. “BUGG…!!”
“Akhh…!” jerit Daniel kesakitan serta terkejut mendapat perlakuan seperti itu tiba-tiba.
“Lo apa-apaan sih Niel” Dinda mencegah agar Bobi tak memukul Daniel lagi, ”Kenapa tiba-tiba lo jadi gini?” Bobi menatap sinis kearah Dinda.
“KENAPA LO MAU DIPERLAKUKAN SAMA DIA SEPERTI ITU, HAH…?”suara Bobi meninggi.
“Memangnya apa yang dia lakukan?”
“DIA SUDAH CIUM LO DAN LO NGGAK SADAR?” tiba-tiba Dinda tertawa mendengar ucapan Bobi itu, disusul denga tawaan Daniel, Bobi jadi bingung melihat tingkah mereka berdua. ”kalian sudah gila” Bobi berlalu meninggalkan Dinda dan Daniel yang masih tertawa.
Bobi menghentikan langkahnya ketika ia sadar bahwa dirinya sudah sampai diperkebunan, dilangkahkan kakinya menuju batu besar lalu duduk disana, ia masih tak percaya yang ia lihat tadi
***
Waktu menunjukkan pukul dua belas tepat, tapi Bobi belum beranjak dari sana, ia masih asyik memandang bintang. Tak satu-pun suara yang terdengar disana, hanya suara derik jangkrik memecah keheningan dan suara dentungan kodok sawah yang sedang asyik bernyanyi untuk menghibur hati Bobi agar sejenak ia melupakan kehidupannya yang rumit ini.
Direbahkannya tubuh Bobi yang lelah, lalu dipejamkan matanya, semilir angin menerpa tubuh Bobi yang rapuh, “Dingin……!” bisik Bobi pelan, lalu ada sesuatu yang merangkul tubuh Bobi dari samping.
“Aku akan jadi selimut disaat kamu kedinginanBobi!” Suara yang lembut itu menarik Bobi untuk membuka matanya, sesosok wanita yang ia harapkan untuk datang saat ini, adalah yang ada dihadapannya sekarang.
“Dinda!!” Bobi tak percaya
“Kamu nggak akan kesepian lagi Bob, karena aku akan selalu ada disampingmu”
“Lo…lo…??”
“Sssstt…..!” Dinda meletakkan telunjuknya dibibir Daniel, lalu mereka berdua bangkit dan berdiri diatas batu besar itu, Bobi tak percaya apa yang dikatakan Dinda, kata-katanya begitu menggetarkan hatinya, dipandanginya terus sosok dambaan hatinya, rasanya Bobi tak ingin melewatkan kejadian ini walaupun sekedip mata “ lihat itu Bob..?” Dinda menunjuk bintang dan bulang yang berdampingan diatas sana “Seperti bintang itu, aku akan selalu ada disampingmu disepanjang jaman, jadi kamu jangan merasa sendiri” Dinda menyandarkan kepalanya dipundak Bobi “Batu yang kita pijaki, rerumputan yang tersebar luas disana, bulan bintang, deruan angin akan menjadi saksi cinta kita”. Degup jantung Bobi berhenti sejenak mendengar kata-kata Dinda.
“Kamu….!” Bobi tak kuasa melanjutkan kata-katanya karena terlalu bahagia, Bobi memeluk Dinda dengan erat, ia tak menyangka kalau dia jatuh hati padanya. ”Kamu tahu Din, aku sayang kamu, aku cemburu saat kamu dicium Daniel tadi” Dinda tersenyum.
“Daniel tadi hanya menolong meniupkan mata karena terkena kelopak mawar, awalnya Daniel menyatakan cintanya sama aku tapi…! Aku menolak Karena hatiku sudah terpaut sama kamu” Daniel tersenyum puas mendengar penjelasan Dinda.
Bobi berdiri dihadapan Dinda, lau memegang tangannya erat, “Dinda kamu mau jadi pendamping saat aku susah mapun senang, apa mau jadi pacarku?” Dinda mengangguk pelan, lalu Bobi membalasnya dengan pelukan hangat. Angin semilir menerpa helaian dedaunan disamping mereka sehingga dedaunan yang kering terjatu tepat diatas mereka, “Bahkan alam pun ikut merasakan keindahan cinta mereka” Sesosok malaikat cinta tersenyum puas melihat dua insane itu bersatu.
SELESAI